Start Up Indonesia jadi Idaman Perusahaan Teknologi Amerika

Human Capital TRG – Indonesia menjadi negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, menurut laporan terbaru dari Google, Temasek, dan Bain & Company berjudul e-Conomy SEA 2020. Tahun 2020 ini ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai 44 miliar dollar AS atau sekitar 624 triliun dari total produk domestik bruto (GDP).

Kue yang sangat besar ini membuat para investor di Amerika Serikat tergiur untuk menanamkan modal ke perusahaan teknologi di Indonesia.Bulan November 2020 kemarin saja ada dua kabar pendanaan untuk dua e-commerce unicorn Indonesia, yakni Bukalapak dan Tokopedia dari dua raksasa Silicon Valley yang berbeda.

Bukalapak mendapat sokongan baru dari Microsoft untuk mengadopsi Microsoft Azure sebagai layanan cloud perusahaan. Tidak disebutkan nilainya, tapi menurut sumber yang dilaporkan Bloomberg, nilai investasinya mencapai 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun. Selain Cloud Azure, Microsoft juga akan memberikan pelatihan untuk pegawai Bukalapak dan merchant.

Tokopedia juga mengumumkan Google dan Temasek sebagai pemegang saham baru mereka pada pertengahan November lalu. Seperti Bukalapak, tidak diungkap berapa kucuran dana yang diberikan. Menurut laporan Nikkei Asia Review, Google kini memegang 1,6 persen saham di Tokopedia, sementara Anderson Investments yang berafiliasi dengan Temasek, memiliki 3,3 persen saham Tokopedia.

Startup decacorn Gojek juga mendapat suntikan dana dari Facebook dan PayPal bulan Juni lalu. Besaran investasinya juga tidak diungkap. Namun dari laporan Techcrunch, lewat investasi itu, Gojek mendapat total pendanaan hingga 3 miliar dollar AS (Rp 42 triliun). Kemungkinan besar kucuran dana itu akan digunakan untuk pengembangan layanan pembayaran digital.

Lantas, apa yang mebuat startup Indonesia begitu menarik bagi perusahaan teknologi AS?

Hanno Stegmann, direktur dan partner di BCG Digital Ventures menambahkan investasi dari raksasa teknologi itu juga memperkuat posisi mereka di ekosistem dan memperluas kehadiran bisnis di Asia Tenggara, khsususnya Indonesia. Kolaborasi perusahaan teknologi AS dengan startup Indonesia akan mendongkrak pundi-pundi investor di wilayah tersebut.

Potensi startup di Asia Tenggara Jefrey

Joe, co-founder and general partner di modal ventura Alpha JWC, mengatakan masuknya startup Indonesia dalam peta investasi perusahaan AS tidak terlepas dari peran Sea Group, perusahaan publik asal Singapura. Sea Group yang terdaftar di New York Stock Exchange kini menjadi perusahaan paling bernilai di Asia Tenggara. Salah satu anak perusahaan Sea Group adalah e-commerce Shopee yang saat ini menjadi salah satu e-commerce papan atas di Indonesia. Menurut Joe, Sea Group berhasil “mendidik” pasar Asia Tenggara, menunjukkan pada dunia bahwa perusahaan di Asia Tenggara bisa menjadi perusahaan yang berkembang, stabil, dan punya pondasi yang kuat. Indonesia, menurut Joe, adalah pasar potensial bagi layanan dompet digital Sea Group, SeaMoney. Dirangkum dari Nikkei Asia, nilai saham Sea Group naik lebih dari empat kali lipat tahun ini.

Bukan Cuma Soal Modal

Suntikan dana dari perusahaan AS bukan cuma menguntungkan dari segi modal saja bagi startup di Indonesia. Investasi juga memungkinkan perusahaan rintisan untuk meningkatkan profil mereka di “muka” investor global lainnya. Hal ini penting apabila mereka berencana untuk ekspansi pasar di luar Indonesia, misalnya dengan skema dual listing di pasar luar negeri. Joe menambahkan sumber modal alternatif bagi startup yang telah berdiri selama 10 tahun dan tumbuh pesat, cukup terbatas. Investor konvensional, menurut Joe bisa saja kurang “nyaman” dengan nilai valuasi yang dimiliki startup. Di sinilah ruang yang bisa dimasuki perusahaan Silicon Valley.

Perusahaan juga membidik sektor layanan komputasi awan di Indonesia yang disebut sebagai salah satu kunci penggerak strategis” bagi investasi mereka. Layanan komputasi awan menjadi sumber pendapatan besar untuk perusahaan teknologi. “Ada kebutuhan untuk mengunci pelanggan besar dan membangun penggunaan serta ekosistem yang kredibel. Itu mengapa investasi ini sangat cerdas,” imbuh Stegmann. Saat ini, Gojek dan Tokopedia tercatat menggunakan layanan Google Cloud. Lalu Bukalapak, pindah dari Google ke Microsoft setelah kesepakatan investasi baru. Bukan hanya perusahaan Amerika. Konglomerat asal China, Alibaba Group Holding juga memiliki dua data center di Indonesia dan berencana membangun yang ketiga tahun depan. Tahun 2019, Boston Consulting Group mengeluarkan laporan yang menyebut Indonesia sebagai salah satu pasar komputasi awan dengan pertumbuhan tercepat di wilayah Asia Pasifik. Proyeksi pertumbuhan gabungannya mencapai 25 persen dalam lima tahun mendatang, dari 0,2 miliar dollar AS tahun 2018, menjadi 0,8 miliar dollar AS tahun 2023.

“Berkah” dari perang dagang

Perang dagang antara AS-China sedikit banyak memberi keuntungan bagi Indonesia. Sebab, perusahaan AS mulai jengah dengan segala ancaman risiko yang akan terjadi dengan hubungan dingin AS-China hingga saat ini. Mereka pun melirik wilayah Asia yang seperti India dan Indonesia. Dua negara ini memiilki aset berupa populasi penduduk yang besar. India, dengan 1,3 miliar penduduknya menempati urutan kedua, sementara Indonesia di posisi keempat dengan total populasi 267 juta jiwa, menurut data dari Census Bureau. Data dari Preqin menunjukkan jumlah kesepakatan investasi di Indonesia dari investor yang berbasis di AS naik hampir dua kali lipat di tahun 2019 dibanding tahun 2016. Nilai kesepakatan juga meningkat dua kali lipat lebih di periode yang sama.

Tag:
Artikel Blog

Artikel lainnya